Kalau Cuma Diteruskan, Siapa yang Peduli? Mari Bicara Soal Kepemilikan dan Tanggung Jawab!

Ada satu kebiasaan kecil yang tanpa sadar sering terjadi: setiap kali ada informasi penting dari pimpinan, jika dalam dunia himpunan mahasiswa mungkin informasi penting dari Universitas atau Fakultas, contohnya tentang lomba, pelatihan, atau kesempatan kolaborasi, maka dosen pembimbing meneruskan ke himpunan mahasiswa. hal ini sebenarnya sebuah bentuk kepercayaan dan delegasi. Tapi, tidak jarang, proses itu berhenti sampai di sana. Informasi hanya diteruskan sebagai pesan berantai, tanpa tindak lanjut, tanpa keinginan untuk memastikan: apakah ada mahasiswa yang akan ambil bagian?
Pertanyaan yang kemudian muncul: Apakah ini sudah cukup? Apakah sekadar menyebarkan informasi berarti tugas sudah selesai?
Bukan sedang menyalahkan. Justru bentuk renungan untuk kita semua baik mahasiswa dan pembimbing agar duduk sejenak dan merenungkan: apakah kita sudah membangun budaya organisasi yang sehat, yang punya rasa kepemilikan?

lalu apa sebenarnya makna rasa kepemilikan dalam organisasi??
🌱 Budaya Proaktif: Dari Sekadar Tugas Menuju Rasa Memiliki
Dalam sebuah organisasi, terutama himpunan mahasiswa, keberhasilan tidak diukur dari seberapa banyak pesan yang disebarkan. Tapi dari sejauh mana pesan itu dihidupi, diterjemahkan ke dalam aksi nyata, dan menjadi bagian dari gerakan bersama. Itulah yang disebut ownership.
Ownership bukan tentang jabatan. Bukan soal siapa ketua, siapa koor bidang. Ini soal sikap batin, bahwa setiap agenda prodi, setiap peluang dari fakultas, adalah bagian dari amanah yang perlu dikawal bersama. Bukan karena disuruh dosen. Tapi karena ingin memberi makna.
🔄 Delegasi = Kepercayaan, Bukan Pelepasan
Ketika dosen menyampaikan informasi ke pengurus HIMA, itu bukan “melempar tugas”. Itu bentuk kepercayaan—bahwa mahasiswa punya kapasitas memimpin, menyusun strategi, menjaring peserta, bahkan menjadi penggerak.
Sayangnya, kepercayaan itu kadang diterima hanya sebatas “tugas formal”. Padahal ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan yang otentik: bukan sekadar mendistribusikan info, tapi menciptakan dampak.
đź”” Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?
-
Rekonstruksi cara pandang terhadap informasi
Jangan lihat info lomba sebagai beban, tapi sebagai peluang membuktikan kapabilitas himpunan.
-
Bangun budaya follow-up dan tanggung jawab kolektif
Setiap pesan penting harus diiringi dengan pertanyaan: Siapa yang bisa kita dorong untuk ikut? Siapa yang bisa kita fasilitasi?
-
Ciptakan ruang diskusi, bukan hanya perintah
Komunikasi dosen–pengurus HIMA idealnya dua arah: terbuka, cair, dan mendorong dialog, bukan sekadar penyampaian informasi.
Tulisan ini bukan bentuk teguran, tapi untuk mengundang refleksi. Karena organisasi mahasiswa bukanlah mesin birokrasi, melainkan ekosistem kepemimpinan yang sedang tumbuh. Dan untuk tumbuh, diperlukan lebih dari struktur dan jiwa.
Mari dimulai dari hal sederhana: mengubah cara kita menyikapi pesan. Karena dari situlah kepemimpinan sejati tumbuh.
#UNESASATULANGKAHDIDEPAN